Pramuka
Kali ini aku bakal nyeritain
tentang Pramuka. Aku kenal pramuka pas aku duduk di kelas 4 SD. Dulu, aku
tertarik banget buat ikut pramuka, karena liat kakak-kakaknya yang kece banget
pake baju pramuka plus emang keliatannya menarik banget. Di kelas 4 SD aku
sempet jadi ketua regu pramuka kelasku. Nama regu itu sakura. aku sangat
menikmati peranku sebagai ketua regu karena selain bisa dapet ilmu lebih
banyak, juga bisa dapet banyak temen dari regu lain. Aku seneng sama
permainan-permainan di pramuka, lagu-lagunya, materi-materinya,
pelajaran-pelajarannya kayak sandi-sandi dan lain-lainnya, aku suka.
Awalnya aku merasa ada kedamaian
waktu aku di pramuka. Namun semua itu berubah saat Negara api menyerang
–apadeh?-. iyaa… semua itu berubah saat si Dudi (Pembina pramuka baru) masuk.
Dia merubah semua rasa nyaman yang aku rasain di pramuka. Diawali dengan
kebiasaan dia membuatku menangis saat ada materi. Belum lagi sikap arrogant dan
temperamental yang dia punya dan dia tunjukkan ke kami para peserta pramuka.
Dan jujur saja itu membuat kami takut. Dimarahi, dibentak mah sudah biasa.
Menendang meja, memnawa penggaris kayu, itu adalah hobinya. Masih untung kalau
wajahnya agak tampan atau rupawan, ini? Wajah tak terlalu tampan dan rupawan,
ditambah dengan sikap dan sifat dia yang seperti itu, tentu saja semua orang
akan merasa ilfeel dengan orang yang seperti dia.
Suatu hari, kami belajar pramuka
tentang sandi-sandi (kalau tidak salah) aku memang sangat suka materi tentang
sandi-sandi ini. Sampai akhirnya si Dudi itu memberi beberapa pertanyaan dan
kami harus menjawabnya di dalam buku kami. Setelah selesai mengerjakan dan
mengumpulkannya, dia menilai hasil jawaban kami satu persatu. Akhirnya namaku
disebut juga, kulihat nilaiku di dalam bukuku, namun ada yang aneh didalam buku
tersebut. Ternyata dibawah nilaiku, ada tulisan yang membuatku ingin menangis
pada saat itu. Nilaiku memang lumayan bagus, 80, tapi tulisan dia dibawah
nilaiku yang tidak bagus dan tidak patut untuk ditiru. Dia dengan sengaja
menuliskan “Yuli mirip monyet”.
Kesal, bete, marah, dan tidak tau
harus berbuat apa. Akupun hanya bisa menangis. Apa benar seorang Pembina
pramuka harus bersikap seperti itu? Apa ini yang diajarkan pramuka untuk para
pembinanya? Apa semua Pembina bersikap semena-mena dan kurang ajar seperti dia?
Dan banyak hal yang kupertanyakan di dalam otakku mengenai hal itu. Aku yang
menagis karena kesal kepada si Dusi lama-kelamaan dihampiri oleh si empunya
tulian. “Maaf yah Cuma bercanda” fan dengan spontan aku jawab “teiung ahh..
kaditu siah!” memang sedikit kasar dan tidak sopan jawabanku atas permintaan
maafnya.
Aku seharusnya memang tidak marah
atau kesal karne diledek dengan tulisan macam itum tapi entahlah, sepertinya
aku memang sudah muak dengan segala kelakuan dan sikap dia yang mengaku sebagai
seorang Pembina yang menurutku sikapnya itu bukan contoh yang baik untuk kami
calon penerus. Setelah pramuka hari itu, teman-temanku yang mengetahui kedian
tadi ,melaporkan kejadian tersebut kepada guru kami. Daaaannnn minggu depannya,
Pembina pramuka kami sudah diganti –lagi- dan bukan si Dudi-dudidam lagi. Aku
bersyukur dengan pergantian Pembina itu, tapi sayang aku sudah terlanjur trauma
dengan sesuatu yang berbau pramuka itu. Dan sampai saat ini aku masih saja
tidak menyukai pramuka, hanya karena kejadian sekitar 10 tahun yang lalu itu.
Komentar
Posting Komentar