Bandung, How I Loved You So Much
“Halo-halo Bandung ibukota periangan. Halo-halo Bandung kota
kenang-kenangan. Sudah lama beta tidak berjumpa dengan kau. Sekarang telah
menjadi lautan api, mari Bung rebut kembali.”
(Halo-halo Bandung,
NN)
Halo-halo Bandung. Siapa yang tak mengenal lagu ini?
Menurutku, semua orang di Indonesia tahu akan lagu ini. Bahkan di Sekolah
Menengah Pertamaku, lagu ini selalu dinyanyikan di setiap upacara pengibaran
bendera Senin pagi.
Bandung. Sebuah kota yang dulunya terkenal dengan sebutan
“Kota Kembang”, kota yang menjadi ibukota dari Jawa Barat dan kota yang telah
aku tinggali sekitar 15 tahun. Separuh dari usiaku memang telah kuhabiskan di
kota yang pernah menjadi tempat Konferensi Asia Afrika puluhan tahun yang lalu
tapi telah banyak perubahan yang terjadi pada kota ini.
Bandung di jaman dulu, masih sangat asri, sejuk dan
sangat-sangat menyegarkan. Tak seperti di ibukota Indonesia –Jakarta--, Bandung
beberapa tahun yang lalu menjadi salah satu kota yang terkenal akan kesejukan
dan jarangnya gedung-gedung mall. Namun sayang, saat aku kembali menginjakkan
kaki di bumi priangan ini semua yang kurasakan ‘saat itu’ sudah jarang
kurasakan lagi. aku sempat membenci kota ini karena kemacetan yang merajalela.
Menurutku, Bandung saat ini menjadi kota yang tingkat kemacetannya satu tingkat
di bawah Jakarta.
Aku memang belum pernah berkeliling ‘Bandung’, namun jalanan
yang biasa kulewati sudah termasuk kawasan yang selalu macet, dan itu yang
membuatku benci akan kota yang kutinggali ini. Ya, layaknya mata koin yang
memiliki dua sisi, disamping aku membenci kota ini karena kemacetannya, aku
mencintai kota ini karena pemandangan yang tak dapat kulihat ketika aku
bersekolah di luar kota ini.
Pemandangan kota Bandung benar-benar membuatku terpaku dan
‘speechless’. Bayangkan saja jika setiap pagi ketika aku pergi ke kampus, aku
selalu disuguhi pemandangan gunung-gunung yang masih diselimuti awan yang
putih. Belum lagi jika bepergian ke daerah Lembang atau ke Bukit Moko, pasti
aku selalu mengucap syukur pada-Nya karena apa yang kulihat membuatku
terkagum-kagum atas apa yang telah Dia ciptakan.
Ya. Ternyata si Kota Kembang-ku ini sekarang tidak hanya
mampu membuatku membencinya, tetapi mampu pula membuatku terpaku akan keindahan
pesona alamnya. Dan itulah sebabnya aku selalu ingin berada di bumi priangan
ini. I love you (so much) Bandung.
Komentar
Posting Komentar