Satu Gerbong Seribu Cerita


Minggu pagi ini aku berencana untuk pergi ke Stasiun Gambir Jakarta untuk membelikan Pakde ku tiket bus ke Lampung. Untuk sampai ke Stasiun Gambir, aku harus meniki kereta KRL dari Stasiun Sudimara terlebih dahulu dan turun di Stasiun Tanah Abang lalu dilanjut dengan tawar-menawar harga bajaj dengan abang bajaj yang sekarang sebagian bajajnya sudah berbahan bakar gas.

Sekitar pukul 9.30 pagi, aku sudah siap untuk pergi ke Gambir, akupun berjalan dari rumah menuju jalan raya lalu menaiki sebuah angkot jurusan Ciputat-Jombang atau Ciledug-Jombang yang melewati Stasiun Sudimara. Sesampainya di stasiun, akupun langsung membeli tiket KRL yang harganya Rp 1500,00 dan menunggu kereta yang datang di stasiun itu sekitar pukul 10.00 di peron 2.

Selagi menunggu kereta aku duduk di bangku besi yang terdapat di sisi peron, kulihat sekitarku, begitu banyak orang dengan kepentingan yang berbeda menunggu kereta yang sama denganku. Aku tersenyum karena melihat seorang anak kecil yang sedang bercanda ria dengan ibunya di sebrang peron.

Tak lama, petugas stasiun memberitahukan bahwa kereta KRL sudah hampir sampai, dan bunyi sirine jalan yang ditutuppun berbunyi “Tenot.. tenot.. tenot..” kurang lebih seperti itulah bunyinya. Kereta KRL pun datang dan berhenti. Para penumpangpun dengan sigap berdesak-desakkan untuk menaiki kereta tersebut, termasuk aku.

Setelah berdesakkan lumayan lama, akupun akhirnya dapat masuk ke salah satu gerbong dan mendapatkan sebuah tempat duduk yang tak jauh dari pintu gerbong. Hari ini hari Minggu, jadi KRL tidak begitu penuh. Berbeda dengan suasana KRL di hari kerja, apalagi hari Senin. Jika menaiki kereta di hari kerja, terkadang bukan hanya tidak kebagian tempat duduk, melainkan tidak mendapatkan tempat untuk berpijak. Hari itu di dalam gerbong aku hanya terdiam, tidak dengan sekitarku. Semuanya seolah-olah sibuk dengan dirinya masing-masing.

Ada anak jalanan, anak punk, orang kantoran, orang pacaran, ada pula orang yang tidur di dalam kereta. Ada yang menjajakkan dagangannya, seperti tukang buah, tukang tahu sumedang, tukang aksesoris, tukang Koran, tukang buku, tukang tisu dan masih banyak lagi. Ada pula yang sibuk memainkan gadgetnya dan tertawa-tawa sendiri seolah-olah ada hal yang lucu dalam gadgetnya. Bukan hanya itu, gerbong itupun dihiasi oleh berbagai macam nyanyian dari para pengamen jalanan yang mengadu nasib dan mencari uang di dalam gerbong tersebut.

Dan ada suatu hal yang menyita perhatianku, yaitu pengamen tuna netra. Menurut ke-sok-tahu-an-ku, sepertinya mereka adalah keluarga, karena ada dua anak dan dua orang dewasa disitu. Anak yang satu berusia sekitar 7 atau 8 tahun dan yang satunya berusia sekitar 1 atau 2 tahun. Anak kecil itu menuntun seorang ibu yang tuna netra yang membawa speaker dan menggendong anak balita. Dibelakang ibu itu terdapat bapak yang tuna netra juga dengan tangan memegang bahu ibu tersebut dan membawa plastik bekas permen sambil menyanyikan sebuah lagu dari Haji Rhoma Irama.

Suara dari bapak itu lumayan bagus, namun yang membuat hatiku teriris adalah ketangguhan, kekuatan dan semangat mereka yang membara untuk tetap menajalani hidup dan menafkahi keluarganya dengan cara yang menurutku halal. Kekurangan pada diri mereka seolah-olah bukan halangan bagi mereka. Subhanallah!

Ya. Begitu banyak pelajaran yang dapat aku ambil dari gerbong itu, memang dalam satu gerbong, mungkin terdapat seribu cerita yang tak bisa ku ulik satu persatu, namun perlu kalian ketahui, dengan menaiki kereta ekonomi, kalian dapat menjadi pribadi yang dapat lebih bersyukur atas apa yang telah Allah beri pada kalian. Dan kalian dapat menyadari bahwa kalian bukanlah satu-satunya orang yang memiliki banyak masalah atau kesulitan, karena ternyata semua orang di dunia ini pasti memiliki kesulitan yang berbeda-beda. Bersyukurlah!

Dan ada sebuah kutipan yang aku ambil dari twitter:
“When you need, Allah knows. When you ask, Allah listents. When you believe, Allah works. And when you thank, Allah gives more.”
-@Juliananrhndk-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Berakhiran "I"

Dzawin SUCI4

MoveOn