Sepenggal Kisah Tentangnya
Terlahir di Bandung pada 22 November lima belas tahun yang
lalu. Gadis ini kini telah menjadi seorang murid SMP di salah satu SMP Negeri
di daerahnya. Badannya tetap saja seperti yang dulu, kurus, tinggi, rambut
tipis, dan pipi yang agak sedikit chabi. Iya, dia adalah Adelia Rahmawati.
Adikku.
Di usiaku yang kelima tahun, aku sangat tidak mengharapkan
kehadiran seorang adik dalam hidupku. Saking tidak maunya, aku sempat
memukul-mukul perut ibuku yang sudah ku ketahui bahwa ibuku sedang mengandung.
Saat ibuku mengandungnya, aku memang terlihat seperti gadis kecil yang selalu
berulah. Mulai dari jatuh dari sepeda (sampai ibuku lari-lari untuk
menolongku), hingga hampir tenggelam di kolam renang (sampai ibuku ikut
terjebur ke dalam kolam renang). Sungguh suatu sikap yang tidak terpuji kala
itu.
Namun semua itu berubah saat dia terlahir ke dunia. Ketika
melihatnya, aku sudah merasa sangat menyayanginya. Aku tak henti-henti
menciuminya ketika dia terbaring diatas box bayi yang ada di bidan dekat
rumahku dulu. Bahkan aku sempat pamer ke teman-temanku bahwa aku saat itu telah
memiliki adik bayi. Dan saat itu adikku diberi nama Ade Nur Aisyah.
Setelah pemberian nama itu, adikku tak pernah berhenti
menangis. Dia menangis tak kenal waktu, mau itu pagi, siang, sore, bahkan
malam. Beberapa hari setelah dilahirkan, adikku terkena penyakit tampak. Dan
kedua orangtuaku tak bisa pulang kampung karena hal itu (pada saat itu hari
Raya Idul Fitri sudah dekat). Hingga akhirnya hanya aku yang pulang kampung
ditemani oleh kakekku.
Menurut kepercayaan ‘orang pintar’ nama Ade Nur Aisyah itu
terlalu berat untuk adikku. Sehingga adikku terpaksa harus berganti nama
menjadi Adelia Rahmawati (sampai sekarang). Sebenarnya nama Adelia Rahmawati
juga tidak merubah keadaan adikku yang sering menangis. Dia masih tetap saja
selalu menangis, dan cara untuk memberhentikan dia menangis adalah dengan cara
membelikannya coklat Silver Queen.
Adikku memang berbeda. Entah karena dulu aku sempat jahat
padanya (pada saat dia didalam perut ibuku) atau bagaimana, dia menjadi
mengalami beberapa penyakit. Dia sempat sulit bicara (baru bisa bicara diusia
mendekati 3 tahun), sulit bersosialisasi, dan memiliki penyakit Atsma (sampai
sekarang masih suka kambuh).
Adikku tumbuh di tempat yang sangat bising (saat itu rumah
kami dibelakang bengkel) sebelum orangtua kami memutuskan untuk pindah rumah ke
daerah Gagak yang padat penduduk –hehehe-. Disana, adikku sedikit demi sedikit
memulai perkembangannya, dia bisa berbicara, bisa bersosialisasi, namun tetap
saja kalau kecapekan selalu kumat atsmanya. Sepanjang kami tinggal di Gagak,
dia sering bermain dengan anak laki-laki (bermain kelereng, bermain kartu,
dll). Adikku juga sempat mengunciku di dalam lemari –aduhhh terlalu kamu Del!
Hehehe-, selain itu, dia juga sering sekali menggunting poninya sendiri dan
berdandan. Sungguh sesuatu sekali.
Setelah berusia 6 tahun, adikku sekolah TK di TK Al Ahkam,
setelah itu dia melanjutkan sekolah di SDku, yaitu SDN Tilil 1. Setelah kelas
2, dan orangtua kami mengalami krisis moneter, adikku terpaksa pindah sekolah
di Majalengka dan sekarang sedang berada di kelas 9 di SMPN Banjaran
Majalengka. Adikku memang orang yang tangguh, dia orang yang sangat kuat,
apalagi saat atsmanya kambuh. Setiap atsmanya kambuh, dia tak pernah menunjukkan
rasa sakit, dia selalu mencoba kuat, namun aku selalu melihat dari tarikan
nafasnya yang pendek kalau dia memang tak cukup kuat menanggung penyakit yang
selama ini tak pernah hilang itu.
Kini aku dan adikku sudah hampir lima tahun tidak tinggal satu
rumah. Walaupun begitu, rasa sayangku padanya akan selalu besar, sebesar
semangatnya untuk tetap terlihat kuat, sebesar ketegarannya, sebesar nyalinya
dan sebesar kekuatannya untuk terus bertahan. Ya, buruk-buruk papan jati.
Walaupun ada hal buruk pada adikku, dia tetaplah saudaraku dan aku sangat
menyayanginya. I LOVE YOU DEL *kiss* *big-hug*
Komentar
Posting Komentar